Breaking News

Kamis, 17 November 2016

KEBIASAAN ANAK MEROKOK

Kebiasaan anak dalam menghisap rokok semula diawali dengan coba-coba. Alasan pertama para anak menghisap rokok adalah sederhana yaitu mencoba  karena tergiur oleh tawaran yang datang dari orang yang lebih dewasa. Dikarenakan seorang anak penuh dengan rasa ingin tahu, maka anak tersebut kemudian  mencobanya maka akan timbul kecanduan.
Anak pada tingkat coba-coba dalam kebiasaannya menghisap rokok, kebiasaannya mempunyai kebiasaan emosi lebih memuncak dari kebiasaannya jika sedang marah. Orang tua sudah mengajarkan kepada anak agar tidak menghisap rokok, akan tetapi keterlibatan ini tidak jauh sampai membatasi lingkungannya. Orang tua kebanyakan hanya sekedar melarang tetapi selanjutnya membiarkan saja dengan alasan biar anak tidak menangis dan tidak rewel.
Secara yuridis, tindakan orang tua melakukan pembiaran terhadap balitanya yang menjadi perokok aktif adalah merupakan suatu delik omisi, berdasarkan ketentuan Pasal 78 dan Pasal 89 ayat (2) UU Perlindungan Anak.  Pasal 78 UU Perlindungan Anak “ setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, anak yang berhadapan dengan hokum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol,psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana  dimaksud dalam pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah).
Adapun unsur-unsur pidana menurut pasal 78 UU Perlindungan Anak yang telah terpenuhi oleh orang tua yang membiarkan balitanya merokok, adalah:
Setiap orang
1.Unsur setiap orang  merujuk pada suatu subjek hokum. Subjek hokum ada 2 yaitu: Seorang     manusia atau badan hokum, yang pada kasus ini jelas seorang manusia. Maka unsur setiap       orang telah terpenuhi bagi orang tua balita tersebut.
2.Mengetahui dengan sengaja membiarkan Pengertian mengetahui adalah:       memaklumi;menyaksikan;menyadari;menginsafi. Pada kasus diatas orang tua mengetahui   dengan pasti kegiatan anak yang merokok.
Adapun unsur-unsur pidana menurut pasal 89 ayat (2) UU Perlindungan Anak yang telah terpenuhi oleh orang tua yang membiarkan balitanya merokok, adalah:
1.Setiap orang
Jika dikaitkan dengan kasus balita yang dibiarkan menjadi perokok aktif, unsur” setiap orang”  merujuk pada orang tua dari balita tersebut.
2.Dengan sengaja membiarkan, melibatkan anak dalam penyalahgunaan zat akdiktif lainnya.
Dalam kasus balita yang merokok, dengan sengaja membiarkan dalam kaitannya anak dalam penyalahgunaan napza golongan zat akdiktif.Rokok merupakan zat akdiktif., zat akdiktif meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat akdiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/ atau masyarakat sekelilingnya. Selain itu penyebutan rokok sebagai zat akdiktif adalah peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi kesehatan, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu:
“ Bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya  pengamanan”.
Penggunaan rokok oleh anak selalu dilarang oleh dokter spesialis anak karena merugikan kesehatan anak. Anak yang merokok dalam kasus-kasus yang telah dibahas sebelumnya menderita gangguan fisik yaitu kerusakan organ paru-parunya, menderita gangguan psikis akibat ketergantungan dari rokok yang menyebabkan anak gelisah serta depresi bila tidak menghisap rokok, dan menderita gangguan fungsi social karena dijauhkan oleh teman-teman sebayanya,

          Dianalisis lebih lanjut disini, bahwa  dengan adanya pasal 89 ayat (2) UU Perlindungan Anak Ini yang melarang orang tua membiarkan dan melibatkan diri dalam proses terjadinya kecanduan rokok bagi anak. Berbeda dengan  Pasal 78 UU Perlindungan Anak dimana tidak ada peran orang tua yang melibatkan diri secara aktif sehingga anak menjadi pecandu rokok. Penjeratan dalam Pasal 89 ayat (2) UU Perlindungan Anak ini bias dikenakan jika orang tua melibatkan diri secara aktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog